Minggu, 01 Agustus 2010

Buanglah sampah ke laut!?


(20/06/2010) Pagi itu kami sudah bersiap dengan bergegas untuk menuju dermaga di Kota Singkil. Sarapan pagi, membereskan pakaian dan mencari becak. Sebenarnya tidak banyak sih yang perlu dipersiapkan, kami hanya cukup bawa 1 tas ransel, malah kakak-kakak kami yang mengajak hanya membawa tas samping. Awalnya kami berencana berangkat satu hari sebelum itu. Namun karena salah informasi akhirnya kami di tinggal kapal very. Tujuan kami adalah Pulau Banyak. Ya, pulau Banyak.

Bagi yang baru dengar mungkin akan mengerutkan dahi sehingga alis matapun terlihat bersambung. Apa maksud pulau Banyak? Apakah pulaunya ada banyak? Jawabannya cukup 3 huruf. Iya. Kepulauan banyak adalah salah satu dari kepulauan di ada di Aceh, selain Pulau We, Pulau Simeuleu.

Jujur saja, aku baru pertama kali ke pulau Banyak ini. sejak lahir aku tak pernah ke sana, ada memang saudara ku di sana namun kesempatan yang belum mengizinkan. Dan akhirnya, kesempatan itu menghampiriku tahun ini. cukup aneh.

Aku paling suka dengan pantai, laut, sungai, danau dan yang berbau air, kecuali air parit dan semcamnya ya, hehe … aku tak pernah bosan dengan yang namanya air. walau dikatakan jarang ke pantai, karena pantai di daerah ku harus di tempuh selama 15-30 menit tapi aku tak pernah bosan ke sana bila ke sana.

Kepulauan Banyak adalah salah satu objek wisata yang ada di Aceh. Cukup banyak turis yang singgah. Kayaknya rugi yang tak pernah kesini…hoho (padahal juga baru sekali)
Kepulauan banyak ini memiliki 99 pulau. Ada yang berukiran kecil, sedang, hingga besar. Pulau Tuangku, pulau Bangkaru, Pulau Balai, Pulau Panjang dan masih banyak lagi. Namun karena gempa yang mengguncang Aceh beberapa tahun yang lalu mengakibatkan 3 pulau hilang, tenggelam, terbenam oleh air laut. Cukup mencengangkan lagi adalah kini terdapat 1 pulau yang muncul, daratannya naik hampir kepermukaan laut. subhanallah.

Sepanjang perjalanan menuju ke sana aku tak pernah tenang duduk di bangku di lantai dua bersama adik-adik sepupuku, kami ke lantai tiga, ke lantai satu, ke lantai dua, ke ntai tiga, lantai satu, lantai dua, dan begitu seterusnya. Kolot? Biarlah orang mengatakan seperti itu, lagian tak hanya kami yang seperti itu. Masih banyak lagi. Aku sendiri sebagai yang tertua di antara adik-adik cuek bebek aja, karena aku memang dari dulu sangat menyukai laut beserta isinya dan tak ada yang bisa mnghalangiku. Ceile.

Waktu yang di tempuh untuk sampai ke kepulauan Banyak sekitar 4-5 jam dengan very, beda lagi kalau menggunakan spd boat. Setelah mengarungi samudra kehidupan, kita ibarat para pengembara, lha kok malah nyanyi sih. Tibalah kami di suatu pulau bernama Balai. Kapal berhenti di dermaga pulau itu. Pemandangan eksotis! pantai di pulau ini mengajakku untuk segera menyelusurinya, membawaku pada pernyataan bahwa ia adalah salah satu surga air. Setelah pantai Lampuuk di Banda Aceh, inilah pantai kedua yang paling ku sukai. Airnya jernih, tenang, biru muda, terlihat pasir putih dan karang dari permukaan air, beranekaragam ikan celangak-celenguk menatap kami yang baru tiba dengan sirip dan ekornya. Mereka menghiasi pantai dan laut itu.
Penumpang kapal yang sudah turun, segera menuju rumahnya atau sanak saudaranya. Begitu juga dengan kami, turis lokal yang datang hanya untuk sehari. Hah … cepat sekali, besok sudah harus pulang lagi. Karena besok adalah ahri terakhir kapal mengangkut penumpang alias berlayar menuju Singkil setelah hampir 5 hari dalam tiap harinya terus berlayar. Ini karena ada Festival Penyu di situ. Besoklah hari penutupan acara itu. Dan kapal very akan berlayar lagi minggu depannya. Ini tidak mungkin bagi kami… bila pulang minggu depan, pakaian tak cukup hanya 2 sepasang. Hanya cukup 2 hari. Biasanya kapal very ini berlayar seminggu sekali ke pulau Banyak, dan akan lanjut ke pulau Simeuleu. Begitu seterusnya.
Sore itu kami serombongan berjalan-jalan, hingga berhenti di rumah seorang kakek. Di belakang rumahnya telah nampak pantai yang cukup jernih. Cukup landai, cocok untuk anak-anak yang ingin belajar berenang. Tak berapa lama kami pun menikmati laut itu. Sebagai perenang ( ah, masak?) maksudnya sebagai orang yang suka olahraga renang aku pun ikut terhanyut menikmati laut itu dengan mengayuh badan, berenang ke sana-sini, mengapung, menyelam, melihat pesona dasar laut yang putih dan terdapat sedikit terumbu karang. Hah, hanya ikan-ikan yang menjauh karena kehadiran kami. Padahal aku ingin berenang dengan mereka.

Pulang-pulang kami basah kuyup, bau laut sangat terasa dr baju, dan senjapun berlahan meninggalkan kami. Malamnya kami menikmati bazar yang di buat di lapangan setempat. Sama saja dengan bazar di Rimo. Malah ada orang yang berjualan di sana merupakan orang Rimo yang hijrah untuk acara itu saja. Haha.
Aku hanya mencari satu, cincin. Sebenarnya cincin itu biasa saja, tapi aku suka bentuknya dan warnanya yang hitam. Tak sama dengan cincin kerah yang berwarna kuning atau putih. cincin ini terbuat dari akar bahar yang cukup susah di cari, karena terdapat di laut yang dalam. ~ ~

Esoknya, pukul 7 pagi, kami bergegas untuk pulang takut ketinggalan kapal. Sirine kapal pun telah dibunyikan 2 kali, membuat calon penumpang kalang kabut, hambur-hamburan dari rumah untuk menuju dermaga. Saat kami menuju dermaga, kami dapat kabar bahwa kapal bernagkatnya tak jadi pagi ini. melainkan jam 2 siang nanti. Haiyyya …

Akhirnya kami pulang dan sarapan pagi, lalu mempersiapkan diri lebih matang dari yang tadi. Setelah itu kami melanjutkan penjelajahan pantai. Yeaaah! Kini di bagian kiri pada dermaga. Pantainya pun lebih bagus dai tempat kami berenang kemarin, tapi arus dan daratannya yang kurang cocok untuk anak kecil.

Laut? Apa yang kau pikirkan tentang laut? Laut adalah daerah yang pasti tak asing bagi kita di Indonesia, karena di kelilingi olehnya. Berbagai bentuk pantai bisa kita jumpai. Beragam ikan yang bisa kita jumpai di negeri ini. klasik!
Dan akhir semuanya kita kembalikan pada penguasa alam semesta. Yang menganugrahkan salah satu surga dunianya pada kita. Apa yang bisa menandingi-Nya. Allah telah membuat laut sebegitu rupa yang apabila di lihat oleh orang gila sekali pun akan menyukainya, setidaknya ada rasa damai dan senyum simpul dari bibirnya bila melihat laut dengan angin sejuk.

Sebagian besar bumi ini adalah air, lautan. Tapi dengan elok Allah seimbangkan dengan membuat daratan yang hanya sekian persen dengan menggunakan gunung sebagai penahannya, tiangnya. Sebenarnya Allah bisa saja menumpahkan lautan itu ke daratan yang dapat menghabisi makhluk hidup dengan seketika. Tapi Allah membuat Tekanan pada lautan, sehingga air itu tak tumpah. Kalau kita menyelam, tentu akan merasakan tekanan hebat itu. Semakin dalam kita menyelam semakin besar tekanannya, malah bila di paksakan terkadang dapat membuat darah keluar dari telinga sehingga mengakibatkan tuli. Masya Allah.

Setelah puas berjalan di pantai, bermain dan sedikit memendamkan kaki sampai mata kaki di air jernih itu kamipun beranjak pergi, pulang ke rumah dengan membawa sedikt kenangan dari kerang-kerang yang telah mati dan terdampar di pinggiran pantai untuk di jadikan sesuatu yang berguna, sperti bros, gantungan kunci atau sekedar pajangan di rumah Rimo nantinya.
Ada motor ngangur di depan rumah! wah … bisa di manfaatkan untuk menjelajahi pulau Balai. Dan ya, kami bawa motor itu, melesat menyelusuri jalan yang memang kecil, cukup untuk di lalui dua mobil yang berlainan arah. Kami terus jalan, bolak-balik, sampai ke sebuah lapangan bola yang hanya terdapat jalan setapak, kecil, di sampingnya ada parit cukup dalam, di seberangnya langsung terdapat pagar dari rumah penduduk. Woooow … kami yang sempit-sempitan pada satu motor yang kami naiki, karena terdapat 3 orang. Ira, raihan dan putri. Dengan penuh hati-hati aku gas motornya melewati jalan setapak itu yang berlubang-lubang, abisnya sudah tak bisa ganti haluan sih. Sesekali tawa kecil meluncur dari mulut kami.

Usai sudah waktu kami untuk berjalan-jalan di pulau ini, sudah semua jalan kami telusuri, jalan kecil, jalan yang cukup besar, berbatu, setapak, sampai jalan buntu. Orang-orang juga mungkin sudah bosan melihat kami. Tiba di rumah wajah sudah memerah, karena sudah jam 11 siang. ~ ~

Saatnya pulang. Jam 13.00 WIB kmi telah berda di kapal. Mencari tempat duduk, karena ini adalah hari terakhir acara Festival jadi penumpang kapal lebih banyak dari sebelumnya. Sampai jumpa lagi PB.

Semilir angin sejuk menghembus kerudungku, topi yang kukenakan melindungi ku dari terik matahari, kami berdiri di lantai tiga sambil bersandar pada tiang penyangga di bagian belakang kiri kapal. Senyum terus bersemi di wajah kami. Hingga suatu kejadian luar biasa seperti kapal hendak ternggelam terjadi.
Aku melihat seseorang menjatuhkan sampah mie ke laut. Aku cukup geram.
Tak lama kemudian, aku lihat tumbukan sampah yang diletakkan di pinggir pintu lantai dua di angkat oleh tangan yang cukup kaut mengangkat sampah2 yang berember besar, yang bagi sebagian orang ember itu digunakan untuk bak mandi. Sampah2 itu yang berbau dan beranekaragam di buang ke laut.
KE LAUT?!
Ya. Itulah yang aku dan adik-adikku lihat.
Apa mereka tak berpikir, dengan membuang sampah di laut dapat mempengaruhi makhluk hidup didalamnya? Ntahlah aku tak tau, apakah hal ini sering terjadi dan dianggap pemandanagan yang biasa. Tapi selama aku naik kapal baru kali inilah aku melihat orang membuang sampah yang sudah berada di tong sampah. Ku pikir akan dibuang se5elah sampai di daratan. Yang cukup mengesanku lagi adalah yang membuang sampah tak lain tak bukan salah satu petugas di dalam kapal. Aku tau dari pakaiannya.
Kapal yang terus melaju tetap tak membuatku meninggalkan pandangan pada sampah2 itu. Tong pertama bersih, lalu disambung tong ke dua, ke tiga, dan sekali lagi kumpulan sampah di dalalm plastik hitam besar di jatuhkan, ada 2 buah.

Sampah-sampah itu kini berserakan di permukaan laut, yang lambat laut akan terbenam. Terbenam bukan berarti berakhir masalah, tapi bisa saja suatu hari nanti akan menjadi masalah. Sampah basah, sampah kering, semua bersatu di laut. Plastik, bukanlah salah satu sampah yang tak bisa terlarut? Aku memang bukan orang yang ahli di bidang Oseanologi. Tpi aku termasuk orang yang suka keindahan laut. Dengan laut kita bsa memakan ikan-ikan yang sangat bermanfaat bagi kita, air laut bisa di jadikan garam, terumbu karang juga bisa di manfaatkan. Air laut yang jernih juga memperlihatkan kita kuasa Allah.
Kini, Ikan-ikan bisa saja mati karena sampah2 itu, begitu juga terumbu karangnya, airnya, dan banyak lagi.
Cukup di sayangkan.
Pulau Banyak sebagai objek wisata yang disukai, dianggap bagus dan menabjukkan bagi yang melihatnya suatu saat tidak akan menyukainya lagi, menghilangkan dari pkiriannya untuk berkunjung kembali, melupakannya bulat-bulat. Mungkin itulah sebagian orang mau. Suatu saat dinas Pariwisata, dinas Kelautan dan Perikanan juga dinas Perhubungan kan kebingungan dengan amanahnya, tentang apa yang bisa mereka lakukan pada tugasnya yang begitu sulit untuk mendapatkan hasil yang baik. Ujung-ujungnya, banyak nelayan yang akan melarat karena tanggapan ikannya sedikit dan tak dapat memenuhi keperluan keluarga, bagi Kelautan tak ada lagi bagian indah di laut dan pantai, tak ada yang bisa dibanggakan dari daerah bagi dinas Pariwsta, juga tak ada kapal yang berani berlayar karena takut tenggelam akibat banyaknya sampah yang berserakan di laut yang bisa membuat baling-baling kapal tersangkut dan tak ada orang turis yang amu singgah.

Sedari itu, aku pun mencoba untuk bertanya pada orang yang berseragam tadi. Aku ingin tau, apakah memang pembuangan sampah di laut. Namun terlambat, aku tak melihat batang hidungnya sesampainya di lantai dua.

Di dinding ruangan tempat duduk terdapat jelas tulisan dengan memakai huruf besar berbunyi:

dilarang buang sampah ke laut!
Buanglah sampah pada tempatnya!

Penumpang baik budi alhamdulillah membuang sampah pada tempatnya, di tong-tong sampah itu, tapi tak kiranya bila tong sudah penuh akan dibuang ke laut. Tau begitu, sebaiknya sampah kita simpan di tas. Ketika di dermaga kita cari tong sampah yang nantinya akn dibakar, bukan di buang ke laut.

Aku bingung dengan peringatan itu, di larang atau tidak?
Apakah pembacaan Dilarang Membuang Sampah di Laut itu memkai tanda tanya? Sehingga mempunyai makna konotasi.
Bagi makna denotasi, sampah tidak boleh dibuang di laut.
Tpi makna konotasinya sampah boleh buang di laut. Seperti anak balita, apabila kita suruh jangan sentuh, mereka akan ia sentuh.

Hufff … Akhir yang tidak menyenangkan dalam liburan sehari itu. Tapi kita bisa mengambil baiknya. Mudah2an esok, lusa, dan seterusnya tak ada lagi yang seperti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar